https://journal.ar-raniry.ac.id/quranicum/issue/feed QURANICUM: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir 2024-06-30T00:00:00+00:00 Khairizzaman khairizzaman@ar-raniry.ac.id Open Journal Systems <p>The <em><strong>QURANICUM: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir</strong></em> is published twice a year, in June and December, by Prodi Magister Ilmu Al Qur'an dan Tafsir, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh Indonesia. The journal aims to encourage and promote the study of the Qur’an and Hadith from a wide range of scholarly perspectives. The topic covers all related issues on the study of the Quran and Hadith, including Linguistic, Literary, and Thematic Perspectives of the Qur’an and Hadith; Qur’an and Hadith Commentaries; The Qur’an, Hadith, and Other Traditions; Methods and Approaches to the Qur’an and Hadith; The Societal Qur’an and Hadith; Translation of the Qur’an.</p> https://journal.ar-raniry.ac.id/quranicum/article/view/4409 Pemahaman Ayat-ayat Dakwah Perspektif Jamaah Tabligh di Masjid Jamik Bukit Baro Montasik 2024-04-09T23:05:11+00:00 Urwatul Wusqa Ewusqa11@gmail.com <p>Jamaah Tabligh is a missionary group that employs specific methods of proselytization, namely <em>Khurūj fī Sabīlillāh</em> (going out in the path of Allah) and Jaulah (building connections by visiting homes). These methods are not commonly found in general missionary activities, raising questions about Jamaah Tabligh’s understanding of the verses related to proselytization and their impact on society. In order to address these questions, this research focuses on field studies. Based on the conducted research, it has been found that in Surah <em>Āli ‘Imrān</em> verse 110, they interpret “<em>ukhrijat</em>” as going out in the path of Allah, referring to the <em>Khurūj fī Sabīlillāh</em> method of proselytization. Furthermore, in the context of enjoining good and forbidding evil, they understand that forbidding evil is a result of enjoining good. Additionally, in Surah <em>al-Ḥajj</em> verse 78, they equate jihad with <em>Khurūj fī Sabīlillāh</em>, drawing parallels between the sacrifice involved in both, such as the use of personal wealth and temporarily leaving family and employment. In conclusion, there is a difference in understanding between Jamaah Tabligh and the interpretations put forth by traditional commentators.</p> <p>Jamaah Tabligh merupakan suatu kelompok dakwah yang memiliki metode-metode dakwah khusus, yaitu <em>Khurūj fī Sabīlillāh </em>(keluar di jalan Allah) dan <em>Jaulah</em> (silaturahmi dengan mendatangi rumah-rumah). Metode ini tidak ditemukan dalam dakwah-dakwah yang dilakukan secara umum. Sehingga memunculkan persoalan bagaimana pemahaman Jamaah Tabligh tentang ayat-ayat dakwah serta dampaknya bagi masyarakat. Untuk menjawab persoalan tersebut, maka penelitian ini difokuskan pada kajian lapangan (<em>field research</em>). Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, ditemukan bahwa: Pada Surah <em>Āli ‘Imrān</em> ayat 110, mereka mengartikan “<em>ukhrijat</em>” sebagai keluar di jalan Allah, yaitu metode dakwah <em>Khurūj fī Sabīlillāh</em>. Kemudian pada anjuran amal makruf nahi mungkar, mereka memahami bahwa nahi mungkar merupakan hasil dari amal makruf. Selanjutnya pada Surah <em>al-Ḥajj</em> ayat 78, mereka menyamakan jihad dengan <em>Khurūj fī Sabīlillāh</em>, karena adanya kesamaan pengorbanan dengan jihad, seperti menggunakan harta pribadi serta meninggalkan keluarga dan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman antara Jamaah Tabligh dengan apa yang telah dicetuskan oleh para mufasir.</p> 2024-04-09T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Urwatul Wusqa https://journal.ar-raniry.ac.id/quranicum/article/view/4408 Lafaz Kebahagiaan dalam Tafsir Al-Azhar 2024-04-09T23:22:57+00:00 Anggy Savira anggysavira17@gmail.com <p>One of the hopes and goals that humans want to achieve is happiness. This can be seen from the fact that humans try their best to achieve happiness in their lives. In the Qur'an happiness is expressed through various sentences and statements that express joy, pleasure, victory which is the foundation of human hope in life. The word that means happiness in the Qur'an is mentioned using several words, such as the word falāḥ, fawzan, fariḥa with various variations of each word. The purpose of the research is to find out the definition of happiness in the Qur'an, the lafaẓ expression of happiness in the Qur'an using Tafsir al-Azhar. The form of this research is library research using the Maudhu'i method. The data source in this study uses primary data, namely the book of Tafsir al-Azhar. The results showed that the meaning of happiness in Arabic is called sa'adah, which is taken from the root word sa'ada which means good and happy, found in QS. Hud: 105 and 108. Then lafaẓ which means happiness are: sa'adah, falāḥ, fawzan and fariḥa. HAMKA's interpretation in the book Tafsir al-Azhar is related to the lafaz of happiness in the verse: QS. Hud/11: 108, QS. Hajj/22: 77, QS. Al-Mu'minūn/23: 1, QS. al-A'la/87: 14, QS. Al-Shams/91: 9, QS. Al-Imran/3: 130 and 200, QS. Al-Tawbah/9: 88, QS. Al-Maidah/5: 35 dan 90, QS. Yunus/10: 64 dan QS. Hud/11: 10.</p> <p><strong>Abstrak: </strong>Salah satu harapan dan tujuan yang ingin dicapai manusia adalah kebahagiaan. Hal ini terlihat dari kenyataan yang menunjukkan bahwa manusia berusaha sekuat tenaga untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam al-Qur’an kebahagiaan diungkapkan melalui berbagai kalimat dan pernyataan yang mengungkapkan kegembiraan, kesenangan, kemenangan yang merupakan tumpuan harapan manusia dalam kehidupannya. Di dalam al-Qur’an kebahagiaan disebutkan dengan menggunakan beberapa kata yang bervariasi seperti kata <em>falāḥ, fawzan, </em>&nbsp;dan <em>fariḥa</em>. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui definisi kebahagiaan dalam al-Qur’an, ungkapan lafaẓ kebahagiaan dalam al-Qur’an dengan menggunakan <em>Tafsir al-Azhar</em>. Bentuk Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (<em>library research</em>) dengan menggunakan metode <em>Maudhu’i</em>. Sumber data dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu kitab <em>Tafsir al-Azhar</em>. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa makna kebahagiaan dalam bahasa Arab disebut <em>sa‘adah, </em>yang diambil dari akar kata <em>sa‘ada </em>yang artinya adalah kebaikan dan bahagia, terdapat dalam QS. Hud: 105 dan 108. Kemudian lafaẓ yang semakna dengan kebahagiaan adalah: <em>sa’adah, falāḥ, fawzan </em>dan <em>fariḥa. </em>Penafsiran HAMKA dalam kitab <em>Tafsir al-Azhar </em>terkait dengan lafaz kebahagiaan pada ayat: QS. Hud/11: 108, QS. Hajj/22: 77, QS. Al-Mu’minūn/23: 1, QS. al-A’la/87: 14, QS. Al-Syams/91: 9, QS. Ali-Imran/3: 130 dan 200, QS. Al-Tawbah/9: 88, QS. Al-Maidah/5: 35 dan 90, QS. Yunus/10: 64 dan QS. Hud/11: 10.</p> 2024-04-09T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Anggy Savira https://journal.ar-raniry.ac.id/quranicum/article/view/4407 Persepsi Masyarakat Lueng Bata terhadap Kisah Para Nabi dalam Tafsir Al-Ma’thur 2024-04-09T23:43:04+00:00 Zakiatun Fajri zakiatunfajri@gmail.com <p>The stories of the Prophets that developed within the Lueng Bata Subdistrict community are understood without relying on reliable sources, and sometimes are involved with mythical and superstitious tales. If this situation continues, there is a concern that it may affect the purity of the Islamic teachings conveyed by the Prophet Muhammad and his successors. After interpretating al-Ma’thur's Tafsir, it showed that some of the stories of the Prophets described by the community were not explained in al-Ma’thur's Tafsir, while others found the same stories in it, either explicitly (identical) or with slight differences.</p> <p><strong>Abstrak: </strong>Kisah para Nabi yang berkembang dalam masyarakat Kecamatan Lueng Bata sebagiannya tidak dipahami berdasarkan sumber-sumber yang muktabar, bahkan di dalamnya diselipi cerita mitos dan tahayul. Jika keadaan tersebut terus berlanjut, dikhawatirkan mempengaruhi kemurnian ajaran Islam yang telah disampaikan oleh Rasulullah Saw. dan para penerus dakwahnya. Adapun berdasarkan hasil telaah kitab tafsir, ditemukan bahwa sebagian kisah para Nabi yang dideskripsikan oleh masyarakat tidak termuat penjelasannya dalam kitab tafsir al-Ma’thur, sedangkan sebagian lainnya ditemukan kisah yang sama di dalamnya, baik hal tersebut diungkapkan secara eksplisit (sama persis), ataupun memiliki sisi persamaan walau tampaknya agak berbeda.</p> 2024-04-09T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Zakiatun Fajri https://journal.ar-raniry.ac.id/quranicum/article/view/4422 Tahfidz Al-Qur’an pada Madrasah Tsanawiyah Ulumul Qur’an Pagar Air Banda Aceh 2024-05-10T15:52:58+00:00 Fakhrina Fakhrina fakhrina@gmail.com <p>This research aims to describe the management of the tahfidz program, find methods for implementing the tahfidz program and the ability to memorize the al-Qur'an at the Madrasah Tsanawiyah ‘Ulumul Qur’an Pagar Air Banda Aceh. The research method used is descriptive qualitative with data collection techniques, namely observation, interviews and documentation. The subjects in this research were Dayah Leaders, Heads of Tahsin and Tahfidz, teacher, and student. Data analysis starts from data collection, data reduction, presentation and drawing conclusions. The research results show that: Firts Management of the tahfidz program through planning by analyzing program needs, setting goals, responsible person, time, place and costs. In its implementation, tahfidz is divided into two classes, namely intensive and regular. Meanwhile, evaluations are scheduled regularly every month for assessment and further actions. The management of the program is able to improve tahfidz management, activate the role of supervising teachers, strengthen supervision of students and strengthen the role of parents. Second The tahfidz method used is prioritized over the talaqqi method. Apart from also using the memorization and tasmi' test methods. Third The strategy for increasing memorization of the Qur'an is carried out through activating the role of supervising teachers by holding various trainings, strengthening supervision of students in memorizing murajaah and also increasing interesting programs for memorizing the Qur'an by involving donors and also submitting proposals to financially support the program.</p> <p><strong>Abstract: </strong>Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan program tahfidz, menemukan metode pelaksanaan program tahfidz dan mengetahui hafalan al-Qur’an pada Madrasah Tsanawiyah ‘Ulumul Qur’an Pagar Air Banda Aceh. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dimulai dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Pertama Pengelolaan program tahfidz melalui perencanaan dengan menganalisis kebutuhan program, penetapan tujuan, penanggungjawab, waktu, tempat, dan biaya. Dalam pelaksanaannya, tahfidz dibagi dua kelas yaitu intensif dan reguler. Sementara evaluasi dijadwalkan setiap bulan secara teratur untuk penilaian dan tindakan-tindakan selanjutnya. Pengelolaan programnya, mampu memperbaiki manajemen tahfidz, mengaktifkan peran guru pembimbing, memperkuat pengawasan santri dan penguatan peran orang tua. Kedua Metode tahfidz yang digunakan diprioritaskan pada metode talaqqi. Disamping juga digunakan metode tes hafalan dan tasmi’. Ketiga Strategi dalam meningkatkan hafalan al-Qur’an dilakukan melalui pengaktifan peran guru pembimbing dengan diadakan berbagai pelatihan, memperkuat pengawasan santri dalam murajaah hafalan dan juga dilakukan peningkatan program yang menarik dalam menghafal al-Qur’an dengan melibatkan donatur dan juga pengajuan proposal pada pihak terkait untuk mendukung finansial program tersebut. Keempat, Dengan berhasilnya strategi pembelajaran yang telah dilakukan madrasah, terdapat perubahan karakter yang signifikan, diantaranya karakter religius, jujur, disiplin, mandiri tanggung jawab, bersih, istiqomah, sabar, dan sopan santun.</p> 2024-06-30T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Fakhrina Fakhrina https://journal.ar-raniry.ac.id/quranicum/article/view/4665 Pernikahan Beda Agama Menurut Ibnu ‘Ajibah: Analisis Tafsir Al- Bahr al-Madid Fi Tafsir al-Quran al-Majid 2024-05-14T15:07:39+00:00 Hasvi Harizi hasviharizi.z@gmail.com Agusni Yahya agusni.yahya@ar-raniry.ac.id <p>This article is motivated by the observation that a shared faith does not guarantee a harmonious marriage. Couples of the same faith are not always harmonious, and sometimes interfaith couples are more harmonious. However, this does not mean that interfaith marriage is better or legally permissible. The discussion about interfaith marriage remains a debate, particularly concerning the term "musyrikat." The term "<em>musyrikah</em>" is often restricted to women of the People of the Book, while "musyrikin" is not restricted. This paper uses the framework of Tafsir Al-Bahr al-Madid by Ibn 'Ajibah to analyze his views on interfaith marriage. This study is qualitative, utilizing library research methods. The findings indicate that in interpreting Surah al-Baqarah verse 221, Ibn 'Ajibah divides his interpretation into two aspects: zahir (literal) and bathin (esoteric). From the zahir aspect, musyrikat women are non-Muslim women who are not from the People of the Book, thus marriage between a Muslim man and a musyrikat woman is prohibited, and vice versa. From the esoteric aspect, Ibn 'Ajibah interprets musyrikat as desires containing minor shirk (syirkul asghar). This shirk refers to acknowledging a power other than Allah or excessive admiration and obedience to Allah's creations. The term musyrikat is also understood as a Muslim woman who has not yet achieved perfect faith. Ibn 'Ajibah prohibits forming close relationships and love while someone still harbors minor shirk. However, if the man's faith is perfect, he is allowed to marry a woman with minor shirk.</p> <p><strong>Abstract: </strong>Kajian ini dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa satu keyakinan tidak menjamin keharmonisan perkawinan. Pasangan seiman tidak selalu harmonis, dan kadang pasangan beda agama lebih harmonis. Namun, ini bukan berarti pernikahan beda keyakinan lebih baik atau dibolehkan secara hukum. Pembahasan tentang nikah beda agama masih menjadi perdebatan, terutama dari lafadz musyrikat. Kata <em>musyrikah</em> sering dibatasi pada perempuan ahli kitab, sementara kata musyrikin tidak dibatasi. Tulisan ini menggunakan Tafsir Al-Bahr al-Madid karya Ibnu ‘Ajibah untuk menganalisis pandangannya tentang pernikahan beda agama. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode library research. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menafsirkan surah al-Baqarah ayat 221, Ibn 'Ajibah membaginya menjadi dua aspek: zahir (Nadhari) dan bathin (Ishari). Dari aspek zahir, wanita musyrikat adalah wanita non-Islam dan bukan ahli kitab, sehingga pernikahan antara pria muslim dan wanita musyrikat haram, begitu juga sebaliknya. Dari aspek isyari, Ibnu ‘Ajibah mengartikan musyrikat sebagai hawa nafsu yang mengandung syirkul asghar (syirik kecil). Syirik ini adalah pengakuan adanya kekuasaan selain Allah atau ketaatan kepada makhluk Allah yang berlebihan. Lafadz musyrikat juga dipahami sebagai wanita muslim yang belum beriman sempurna. Ibnu ‘Ajibah melarang akad suhbah dan percintaan selama seseorang masih mengandung syirik khafi. Namun, jika iman lelaki sudah sempurna, dibolehkan menikah dengan wanita yang masih syirik khafi.</p> 2024-06-14T00:00:00+00:00 Copyright (c) 2024 Hasvi Harizi, Agusni Yahya